Kandungan lokal Industri Telematika masih sekitar 5 % - tapi Bravo kepada peneliti teknologi Wimax
Kamis, 12 Februari 09 - oleh : Triharyo (Hengki) | 2 komentar | 4527 hits
Tahun 2008 yang lalu, kandungan lokal di Industri Telematika masih sangat kecil yaitu sekitar 5% dari Rp 51,85 Triliun atau hanya sekitar Rp 2,5 Triliun. Ini berarti setiap kita memakai telpon maupun komputer, rakyat Indonesia terus menerus mensubsidi bangsa-bangsa lain pemasok peralatan Telematika. Bahkan di tahun-tahun sebelumnya, angka kandungan lokal ini jauh lebih kecil lagi. Pak Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Postel menginformasikan bahwa pada kurun waktu 2004-2005, dari belanja Telematika Indonesia yang mencapai sekitar Rp 40 triliun, kontribusi industri manufaktur nasional hanya 3 % dari itu, sedangkan yang merupakan produk asli nasional hanya 0,1 %-0,7% atau hanya Rp1,2 - 8,4 milyar. Sebuah angka yang sangat memalukan dan menurut saya merupakan angka kandungan lokal terendah, dibandingkan dengan industri-industri lain di Indonesia.
Fakta inilah yang membuat Basuki menjadi geram (foto dari Inilah.com). Sebagai seorang Dirjen, ia bisa saja mengambil pilihan "business as usual" dengan berfilosofi asal jasa telekomunikasi Indonesia berjalan lancar, walaupun bangsa ini terus-menerus mengimpor produk asing. Atau ia bisa memilih alternative lainnya yang lebih ber-resiko, dengan mendorong penggunaan produk dalam negeri, walaupun tentu pilihan ini akan penuh dengan rintangan dan tantangan. Nampaknya opsi kedua-lah yang ia ambil. Inilah kronologi upaya-upayanya untuk mendorong penggunaan produk nasional dalam penerapan teknologi Wimax.
Juli 2008 Dilaporkan di kantor Ditjen Postel bahwa Penelitian dan Pengembangan Teknologi Wimax di Indonesia ini dibagi dalam 5 (lima) sub-group dan dimotori oleh lembaga-lembaga penelitian sbb : Subgroup Baseband Chipset dipimpin oleh team ITB, Subgroup Radio Frequency oleh team LIPI, Subgroup Antenna dan base station oleh UI, Subgroup OSS oleh team Depkominfo & ITB, Subgroup Terminal/module oleh team BPPT. Ditargetkan pada awal tahun 2009, produk-produk teknologi Wimax karya Indonesia siap untuk diluncurkan.
Oktober 2008 Pak Suhono Harso Supangkat selaku Ketua Pokja dalam rangka Evaluasi Seleksi Penyelenggara Telekomunikasi Jaringan Akses Nirkabel Pita Lebar dari Ditjen Postel, menerbitkan White paper Broadband Wireless Access (BWA). Tujuan dari peluncuran White Paper ini adalah untuk memperoleh masukan dan konsultasi publik dalam penyusunan regulasi Wimax.
Inilah tantangan bagi Dirjen Postel menjelang tender frekwensi Wimax yang direncanakan pada bulan April mendatang.
Bila akhirnya nanti Indonesia bisa menjadi "tuan rumah" produk telekomunikasi di negeri sendiri, khususnya dalam penerapan teknologi Wimax, maka model kerja sama antara Pemerintah, Industriawan Indonesia dan Para peneliti Indonesia di bidang ini patut untuk ditiru. Inilah sebuah model penerapan teknologi maju dengan mengedepankan produk nasional.
Salam Hengki
Nb : kenapa saya sangat tertarik dengan teknologi Wimax ini ? karena saat ini di industri-industri Migas, Kimia dan Petrokimia akan mulai diterapkan pengendalian pabrik menggunakan Jaringan Akses Nirkabel Pita Lebar (Broadband Wireless Access). Juga selain itu, saya berniat untuk memasang fasilitas Wimax di lokasi-lokasi proyek kami untuk akses data dan komunikasi daripada saya menyewa satellite dish (V-sat) yang mahal sekali.
Mudah2an ada program CSR berupa: penyebaran internet ke desa2, agar melek informasi.
Kalo tahu cara hidup yg lebih baik (ukuran hidup yang lebih baik ? nilai rata2, dgn simpangan baku yg makin lama makin kecil :) ), maka akan terbentuk pasar tersendiri.
2. Industri CIT harus cepat Rabu, 01 Februari 12 - oleh : Anto Sarosa
Karena teknologi CIT mempunyai life-cycle yg pendek, setiap pengembangan dan penerapan teknologi dalam bidang CIT harus dilakukan dg cepat, tidak bisa mengandalkan proses yg berbelit2. Apabila terlalu lama teknologinya akan segera usang dan akan digantikan dg teknologi baru.
Paralel engineering adalah salah satu jalan keluarnya.