Melihat film "Sang Pencerah" karya Sutradara Hanung Bramantyo - tentang pendiri Muhammadiyah
Kamis, 09 September 10 - oleh : Triharyo Soesilo | 2 komentar | 7963 hits
Untitled document
Plot cerita di bagian depan relatif cepat. Namun dibagian belakang agak melambat. Namun secara umum cukup lumayan sebagai sebuah tontonan bersama keluarga di hari liburan Lebaran Idul Fitri 1431 H. Sebuah film bagus yang memperkenalkan tentang tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah. Sebuah organisasi Islam yang berdiri di tahun 1912 dan sekarang beranggotakan sekitar 30 juta orang. Organisasi ini dicetuskan dari sebuah mesjid di Kauman Jogja dan saat ini memiliki 5.754 sekolah dengan 26 Universitas yang membentang di seluruh Indonesia.
Untuk film ”Sang Pencerah”, pilihan Hanung Bramantyo sebagai sutradara, nampaknya cukup tepat. Banyak hubungan emosi antara sutradara muda itu dengan organisasi Muhammadiyah. Dalam diri Hanung mengalir darah Muhammadiyah. Ia adalah lulusan SD Muhammadiyah Ngupasan, Jogjakarta.
Untuk menghidupkan atmosfer dan lanskap Yogyakarta pada akhir 1800-an, “Kami harus membangun satu set yang menggambarkan Kota Yogyakarta pada zaman Ahmad Dahlan. Juga menyiapkan set Kota Yogya pada sekitar tahun 1924, termasuk bangunan masjid besar-nya,” alumnus Institut Kesenian Jakarta ini memaparkan. Selain dilakukan di Yogyakarta, syuting digelar di Museum Kereta Api Ambarawa dan kompleks Kebun Raya Bogor yang disulap menjadi Jalan Malioboro lengkap dengan Tugu Yogyakarta. Mengembalikan dan mereka-ulang bangunan Masjid Agung Kauman, Kota Gede, Bintaran, dan wilayah keraton seratus tahun silam dengan bangunan set lokasi serealistis jelas bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Namun suasana setting masa silam tersebut, betul-betul sukses tercipta dalam film.
Untuk menyiasati biaya, Hanung juga banyak melakukan retouching dari setting lokasi yang tersedia. “Jadi, kalau ada bangunan tua, kami tuain lagi, misalnya lantai marmer dibikin sedemikian rupa jadi terlihat seperti lantai tanah,” Hanung menerangkan. Di beberapa adegan, misalnya saat Dahlan beribadah haji, Hanung juga menggunakan potongan film dokumenter lama yang didapatnya dari Perpustakaan Nasional. Maka tak mengherankan bila dana yang dikeluarkan untuk setting pembuatan film ini lumayan besar, sekitar Rp 12 miliar
Hanung melahap semua buku yang mengisahkan tentang KH Ahmad Dahlan. Ini semata-mata karena dia ingin mendapatkan sosok yang paling pas. Dia juga meminta keterangan banyak pihak yang bersentuhan dengan sosok yang semasa muda bernama Darwis itu. Di antara sejumlah buku yang dibaca, Hanung menemukan sejarah Ahmad Dahlan yang relatif lengkap dari tulisan Muhammad Sudja, salah seorang murid langsung Ahmad Dahlan. “Meski tidak secara detail, buku itu lebih banyak memberikan informasi tentang sosok Ahmad Dahlan,” terang Hanung.
Sayang Hanung melakukan KKN dengan memilih istrinya Zaskia Adya Mecca untuk memainkan peran Siti Walidah, istri KH Ahmad Dahlan (lihat foto Hanung dengan istrinya). Karena diantara para aktor dan aktris seperti Lukman Sardi, Slamet Rahardjo, Sudjiwo tedjo yang bermain sangat bagus, justru akting Zaskia yang terkesan agak “kosong”. Mungkin pemilihan istri sebagai pemeran utama wanita adalah hak prerogratif sang Sutradara.
Anyway, it is a good movie, saya merekomendasikan untuk ditonton saat liburan kali ini.