Rupiah untuk pertama kali digunakan untuk perjanjian jual-beli listrik
Sabtu, 25 Juni 16 - oleh : Triharyo Indrawan | 1 komentar | 7039 hits
Untitled document
PLTU Batang
Pada 9 Juni 2016 di Istana Negara, Presiden Jokowi menyaksikan seremoni konfirmasi pendanaan Proyek PLTU 2 x 1000 MW di Batang, Jawa Tengah. Inilah sebuah proyek raksasa yang bernilai sekitar US $ 4 milyar. Konfirmasi dari pihak pendana di Jepang diperoleh pada Senin 6 Juni 2016.
Dimana langsung ke-esokan harinya, yaitu Selasa 7, Juni 2016, Rupiah langsung menguat ke Rp 13.200. Tentu banyak pengamat mengira penguatan mendadak ini wajar-wajar saja dan juga sedang terjadi di banyak mata uang di Asia. Namun bagi saya, penguatan Rupiah ini antara lain, akibat adanya konfirmasi pendanaan Proyek PLTU Batang dan Pemerintah Jepang tersebut.
Kenapa Rupiah menguat mendadak ?
Proyek PLTU Batang adalah proyek pertama dengan skema Public-Private Partnership atau PPP, dimana pihak swasta bekerja sama dengan Pemerintah membangun Pembangkit listrik berteknologi tinggi, sangat efisien, dengan gas buang yang relatif lebih sedikit. Proyek ini mulai dilelangkan sejak tahun 2007, dan kontrak pembelian listriknya (Power Purchase Agreement) ditanda-tangani pada tahun 2011. Tapi proyek ini sempat terhenti hampir 5(lima) tahun, karena antara lain akibat proses pengadaan lahan yang kurang lancar dan tidak terlaksana dengan baik. Namun secara bertahap, Pemerintah dan pihak investor berupaya terus menyelesaikan kasus ini secara baik dan damai.
Namun banyak yang tidak tahu bahwa, pada proyek ini ada sebuah tonggak sejarah (milestone) yang belum pernah dilakukan Indonesia selama ini. Tonggak sejarah tersebut adalah pembayaran pembelian listrik, oleh PLN kepada investor, akan dilakukan dengan mata uang Rupiah, tidak dengan US $ sebagaimana biasanya. Selain itu, pembayaran PLN akan dibayarkan ke pihak investor ke dalam rekening pada Bank BUMN di Indonesia.Pada awalnya, tentu pihak Pemerintah Jepang berkeberatan dengan skema ini. Namun karena jajaran pihak Pemerintah Indonesia (pihak Kementerian ESDM, Bank Indonesia, Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan PLN) semua solid bersatu dengan kompak, maka akhirnya Pemerintah Jepang, walaupun dengan berat hati, bisa menerimanya.
Dengan skema ini terjadi 2(dua) “pukulan” sekaligus yaitu Rupiah akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri (relatif menguat), dan juga kemungkinan terjadinya kasus Panama Papers, dimana investor bisa menghindar dan mengemplang pajak, relatif mulai bisa dicegah. Karena semua transaksi dari PLN akan dibayarkan ke rekening di dalam negeri, dan tentunya akan diawasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana untuk transaksi Minyak bumi dan Gas alam di Indonesia, juga dilakukan dengan Rupiah. Demikian sharing dari upaya yang cukup bersejarah ini.
1. Penjelasan Yang Gampang Di Cerna Minggu, 10 Juli 16 - oleh : abi zamahsyari
Dengan bahasa yang gamblang dan mudah di cerna, pada intinya rupiah yang di pakai untuk transaksi, semoga pihak jepang tidak mengambil angka keamanan rupaihnya tinggi sehingga, tetap kompetitif dan efisieen.
Dan juga kontrak ini berada pada level saling membutuhkan dan bermanfaat, jangan karena poltik, sehingga ekonomi nomer dua.